Jawaban :
Perdebatan mengenai hukum merokok sudah sejak lama terjadi. Ada yang menganggapnya MUBAH, karenanya merokok atau tidak merokok tidak ada masalah atau karena merujuk pada qaidah “Pada dasarnya setiap benda itu mubah sebelum ada dalil yang mengharamkannya”. Tetapi banyak yang mengatakan MAKRUH, kalau merokok tidak apa-apa, tetapi kalau tidak merokok mendapat pahala, alasannya orang merokok kebanyakan kesehatannya sering terganggu dan dari mulutnya keluar bau (asap/ tembakau). Tapi, maaf ada yang berani mengatakan bahwa merokok itu hukumnya SUNAH, artinya kalau merokok mendapat pahala. Alasannya, ketika seseorang mengalami pikiran buntu tidak punya semangat bahkan ketika sedang sumpek ROKOK itu menjadi obat semangat dan pikiran jadi cemerlang. Bahkan ada yang dengan tegas menyatakan bahwa merokok itu hukumnya HARAM, alasannya berapa banyak orang merokok yang akhirnya divonis sakit akibat rokok, sebagaimana slogan dalam bungkus rokok “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER, SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI DAN GANGGUAN KEHAMILAN DAN JANIN”. Mereka menggunakan dalil “Artinya : Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” [Al-Baqarah : 195]
Lantas bagaimana hukum rokok yang sesungguhnya? Merokok adalah aktifitas fisik manusia, maka merokok terkena hukum perbuatan (af’al), terdapat qaidah ushul yang mengatakan “Pada dasarnya setiap perbuatan manusia terikat dengan hukum syara”. Artinya tidak ada satu perbuatanpun yang tidak ada hukumnya. Kami memandang hukum merokok berbeda-beda sangat tergantung individu-individunya serta efek yang menyertainya, berikut penjelasannya:
- Haram apabila ghalabatu dzan (dugaan kuat) menimbulkan bahaya pada dirinya atau berdasarkan petunjuk dari ahli bahwa merokok dapat merusak kesehatannya, karena ia sedang dalam kondisi yang mengharuskannya tidak merokok. Menjadi haram juga apabila ia merokok ditempat umum yang akan mengganggu dan membahayakan orang lain.
- Makruh apabila menimbulkan bau tak sedap, sebagaimana halnya mengkonsumsi bawang merah atau bawang putih yang menyebabkan orang lain tidak nyaman dengan aroma tersebut.
- Mubah apabila ghalabatu dzan ia akan aman dan ia melakukannya di tempat khusus yang tidak mengganggu atau membahayakan orang lain.
Meskipun demikian kami menyarankan agar kita semua meninggalkan aktifitas merokok, karena itu perbuatan sia-sia. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW. “Diantara kebaikan seorang muslim adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”(Hadits Hasan, riwayat At-Tirmidzi dari abu Hurairah)
Lalu bagaimana dengan fatwa MUI yang mengharamkan rokok? Sesungguhnya fatwa itu bukan hukum syara’ dan tidak mengikat, seperti haramnya golput dan subsidi BBM buat orang kaya. Berbeda dengan ijtihad, sauatu saat hasil ijtihad seoarang mujtahid akan menjadi hukum syara’ dan bersifat mengikat apabila hasil ijtihad tersebut diadopsi oleh negara(khilafah). Bisa jadi ketika khilafah tegak kemudian Khalifah mentabanni (mengadopsi) satu hukum bahwa warga negaranya tidak boleh merokok maka seluruh warga negaranya wajib menaatinya. Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar